Minggu, 30 Maret 2014

Belum Memikirkan Judulnya

Kali ini hujan terasa sangat dingin
Aku tidak tau kenapa?
Tapi yang pasti hujan kali ini benar-benar teras menyakitkan...
Andai hujan tau, aku selalu merasa senang saat hujan turun
Tapi sayang hujan benar-benar marah saat ini...
Aku tidak tau kenapa?
Apa hujan sudah tidak sayang lagi kepadaku?
Aku hanya setangkai bunga kecil yang selalu diinjak-injak orang...
Aku sedih...
Hujan, kenapa kau membenciku?
Apa aku sudah tidak berarti lagi?
Apa kau sudah menemukan bunga kecil yang lain?

Jumat, 28 Maret 2014

Hujan

Kenapa hujan tidak turun?
hujan yang telah lama kunantikan...
kering semua tanaman di tempat ini..
hujan dulu selalu membasahi tempat ini dengan tetesannya yang membawa banyak 'masalah'
dan sekarang hujan pergi...
apa hujan sudah menemukan tempat baru?
ataukah hujan telah membenci tempat ini sehingga pergi meninggalkannya?
hujan! Kembali basahilah tempat ini!
tanpamu, tempat ini kering

Gak Jelas

Menunggu...
menunggu adalah hal yang membosankan.
aku lelah menunggumu.
sampai kapan aku harus menunggumu?
kau menyuruhku menunggumu, tapi...
kamu malah tak kunjung datang!
apa aku harus menjemputmu?
tidak, itu tidak mungkin
kau sudah ada di ujung dunia yang tidak dapat kuraih.
aku ingin bertemu denganmu dan mengatakan.
AKU MENCINTAIMU

Vivid


Author : Danganronpa
Cast : All SNSD member
Genre : Masih belum diketahui


SOMEONE POV
                Tempat ini. Tempat yang pernah menjadi kenangan. Dahulu kami berjanji untuk selalu bersama selamanya. Tapi sekarang, aku sudah tidak tau dimana keberadaannya. Dia yang dulu selalu menjagaku, sekarang entah ada dimana. Aku sendiri sudah dua belas tahun dia menghilang. Setelah kejadian itu menimpanya.
***
AUTHOR POV
                Kim Taeyeon namja imut itu baru saja bangun dari tidurnya yang sangat tidak nyenyak untuknya. Dia berjalan menuju kamar mandi dan menatap  wajahnya yang kusut baru bangun tidur. Seperti biasanya Taeyeon melakukan rutinitas paginya, yaitu membersihkan dirinya. Selesai mandi Taeyeon sudah terlihat segar, dia menuju dapurnya.
                Namja itu melihat sahabatnya tertidur di sofa lagi. Masih lengkap dengan pakaian kerjanya.
“Pasti dia lembur lagi.” Pikir Taeyeon. Namja itu mendekati sahabatnya itu. dengan perlahan dia menggoncangkan tubuhnya.
“Yak ireona! Sebaiknya kau kembali ke kamarmu. Tubuhmu akan sakit jika kau tidur di sofa terus.” Titah Taeyeon lembut.
                Yeoja mungil itu menggeliatkan tubuhnya. Dengan perlahan mata itu terbuka. Mata itu mengerjap beberapa kali untuk membiasakan matanya dengan cahaya yang baru masuk ke dalam bola mata itu.
“Eungh... Tae...” suara serak yang keluar dari mulut yeoja itu.
“Masuklah kamarmu Sunny-ah, sebaiknya kau beristirahat hari ini.” Taeyeon mulai berjalan ke dapur untuk membuat sarapan.
“Tidak bisa Tae, hari ini ada klien penting, jadi aku tidak bisa libur sehari saja.” Sunny berjalan menuju kamarnya yang tepat berada di sebelah kamar Taeyeon. Namja itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat tingkah sahabatnya yang keras kepala itu.
                Namja itu mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan menghubungi seseorang. Cukup lama Taeyeon menunggu hingga telponnya diangkat oleh orang yang berada di seberang sana.
“Yeoboseyo!” sapa orang diseberang sana.
“Yeoboseyo Soo...”
“Ne Taeng, waeyo? Tumben kau menelponku pagi-pagi, kalau kau menelponku pagi-pagi pasti ada sesuatu yang penting yang ingin kau bicarakan denganku benarkan?” tebak Sooyoung, salah satu temannya.
“Ne, kau benar Soo.”
“Ada apa Taeng?”
“Aku ingin meminta bantuanmu, Soo.”
“Apa itu?”
“Aku ingin kau menjaga Sunny untuk beberapa hari. Mungkin selama seminggu ini aku akan pergi ke Korea.”
“Ke Korea? Apa yang kau lakukan disana?”
“Tentu saja aku bekerja.. kau pikir aku wisata kuliner.” Kesal Taeyeon.
“Kenapa jauh sekali ke Korea?” tanya Sooyoung penasaran.
“Itu karena model yang kami gunakan menolak untuk pergi kemari, alasannya dia masih mempunyai jadwal yang cukup padat, membuatnya tidak bisa bolak-balik Seoul – New York.” Taeyeon berjalan menuju jendela yang ada di ruang tamu.
“Ahh... Dasar model cerewet. Model seperti apa sih dia?”
“Aku juga tidak tau, yang pasti dia cukup terkenal saat ini.”
“Hah... Ya sudah, kau sebaiknya berhati-hati disana. Kapan kau berangkat?”
“Mungkin nanti sore mungkin jam tiga..”
“Apa Sunny sudah mengetahuinya?”
“Belum, aku belum memberi tahunya. Hari ini dia terlihat lelah sekali, pagi ini aku menemukannya tidur di ruang tamu. Dia pasti pulang larut malam lagi.” Taeyeon menghembuskan nafas beratnya.
“Sudahlah Taeng, aku yakin Sunny bisa menjaga dirinya sendiri. Dia bukan anak kecil lagi Taeng.”
“Aku tau itu, tapi tetap saja aku khawatir. Dia satu-satunya keluarga yang ku miliki. Aku tidak mau dia sakit.”
“Aku mengerti ke khawatiranmu itu Taeng, tapi kau tidak boleh terlalu overprotectiv padanya juga. Aku yakin dia pasti tersiksa. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana dia bisa tahan tinggal bersamamu yang cerewet itu.” goda Sooyoung.
“Aku tidak cerewet.” Taeyeon mengucapkannya dengan kesal.
“Ne, ne... sebaiknya kau berkemas Taeng!”
“Ya kurasa juga begitu. Sampai nanti Soo!”
Taeyeon menghempaskan tubuhnya ke sofa dan menatap langit-langit ruang tamu. Dia melamun, sampai-sampai tidak mendengar kalau Sunny daritadi memanggilnya.
“KIMMM TAEYEOOONNNN!!!!!” pekik Sunny tepat di telinga Taeyeon, membuat namja itu terlonjak kaget.
“Yak... Kau membuat telingaku sakit! Kau kira aku tuli?” Taeyeon memegangi telinganya yang sakit.
“Ya, kau memang tuli. Aku sudah dari tadi memanggilmu, tapi kau tidak meresponku sama sekali.” Sunny menjitak kepala Taeyeon.
“Ada apa kau memanggilku?” Taeyeon menatap Sunny yang kini berjalan menuju dapur.
“Aku hanya ingin bertanya apa kau tidak bekerja hari ini?” Sunny mengeluarkan sereal dari lemari dapur dan menuangkannya ke dalam mangkuk.
“Ah.. itu. hari ini aku harus bersiap-siap.” Sunny menghentikan aktivitasnya membuat sarapan pagi untuknya. Dia berbalik menatap Taeyeon yang sedang berbaring di sofa.
“Bersiap-siap? Kau mau kemana?” Sunny berjalan ke kulkas untuk mengambil susu.
“Aku akan ke Korea sore ini.” jelas Taeyeon.
“Kenapa kau tidak mengatakannya lebih awal?” Sunny berjalan ke arah Taeyeon sambil membawa mangkuk serealnya.
“Ada masalah dengan hal itu?” Taeyeon duduk di hadapan Sunny yang sedang melahap serealnya.
“Tentu saja. Kalau kau memberi tahukannya lebih awal, aku bisa memberimu daftar oleh-oleh yang aku minta.” Sunny mengucapkannya dengan mulut penuh dengan sereal.
“Aish... Habiskan dulu makanan yang ada di dalam mulutmu. Kau itu jorok sekali. Aku ke Korea bukan untuk liburan. Aku ada urusan pekerjaan di sana.”
“Eum... tapi setidaknya kau kan bisa membelikanku beberapa baju atau barang dari sana.” Sunny mengerucutkan bibirnya kesal.
“Ha... ara ara... Aku akan membawakanmu oleh-oleh nanti.” Taeyeon berjalan menuju kamarnya.
“Kau mau ngapain? Bukannya kau ingin sarapan?” tanya Sunny bingung, saat melihat Taeyeon berjalan menuju kamarnya.
“Aku tidak selera makan. Nanti saja. Aku mau siap-siap dulu.”
Taeyeon menghilang di balik pintu kamarnya meninggalkan Sunny sendiri di ruang tamu, dengan semangkuk serealnya. Sunny menghabiskan makananya dalam diam. Tanpa sengaja Sunny menatap jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Dia langsung membelalakkan matanya. Dia terlambat.
“Yak... Kim Taeyeon! Antarkan aku ke kantor! Aku terlambat!” Sunny langsung kalang kabut. Dia berlari ke kamarnya dan mengambil tasnya. Berlari lagi ke kamar Taeyeon untuk menarik Taeyeon untuk mengantarkannya pergi bekerja.
***
“Yak.. kau yang terlambat kenapa aku yang harus repot?” tanya Taeyeon. Dia terpaksa mengantar Sunny, karena Sunny menarik tangannya dengan sangat kuat membuat lengannya memerah.
“Itu semua salahmu!” Sunny melipat tangannya di depan dada.
“Salahku? Emang aku melakukan apa?” Taeyeon menatap yeoja yang duduk di sampingnya itu.
“Tentu saja kau salah. Kau mengajakku mengobrol tadi pagi, jadinya aku terlambat seperti sekarang.” Sunny masih ngambek pada Taeyeon.
“Tapi itu bukan salahku, bukannya kau yang mengajakku. Bukan aku yang mengajakmu mengobrol... kenapa aku yang...”
“Fokus saja pada jalanan Kim Taeyeon. Atau kau ingin kita mati konyol karena keteledoranmu?” potong Sunny cepat.
                Mau tidak mau Taeyeon diam. Taeyeon fokus dalam menyetir dengan kecepatan yang bisa membuat siapa saja jantungan. Tidak butuh setengah jam, Sunny sudah sampai di kantornya. Yeoja itu segera berlari ke dalam kantornya karena pagi ini dia ada rapat penting dengan salah satu kliennya.
“Hah... dasar... membuat repot saja.” Gumam Taeyeon.
***
YURI POV
“Sudah ku katakan, aku tidak mau melihatmu lagi. Pergi kau!” Lagi. Kenapa mereka harus bertengkar tepat di depanku. Apa tidak ada tempat lain yang paling menarik untuk bertengkar.
“Aku masih mencintaimu. Maafkan aku, yang waktu itu kau salah paham Jess.” Hah... Namja kurang ajar. Biar dilihat dari manapun tetap saja, kau itu namja playboy. aku berharap yeoja itu membunuh namja itu.
“Salah paham? Aku melihat dengan jelas kau menggoda gadis itu. dasar kau namja brengsek!” yeoja itu memukuli dada namja yang ada di depannya. Ku rasa itu kurang, seharusnya namja itu di tampar. Itu yang biasanya yeoja lakukan saat patah hati.
“Dia yang menggodaku. Aku awalnya menolak, tapi... PLAKK” tamparan keras tepat mendarat di pipi namja itu. Wow.... bagus sekali cap lima jarinya. Sekarang ada dua yeoja yang mengelilingi namja itu. Aku yakin itu pasti yeojachingu yang lain dari namja itu.
“Aku yang menggodamu. Bukannya kau yang merayuku dengan ribuan gombalanmu itu heh... Kau namja brengsek!” hahaha... semakin menarik saja. Aku rela menunggu sampai tengah malam asal si namja itu di bunuh dua yeoja itu.
“Yak kau!” tegur seseorang, aku menolehkan kepalaku ke samping. Dan aku menemui yeoja blonde yang tadi bertengkar dengan namja itu.
“Wae?” tanyaku, dia menatapku dingin.
“Kenapa kau dari tadi memperhatikan kami?” tanya yeoja itu tajam.
“Aku punya mata, dan aku berhak untuk melihat apapun yang ada di sekitarku.” Jawabku asal. Kulihat wajahnya memerah, sepertinya dia menahan amarahnya terhadapku.
“Kenapa apa kau mau marah? Silahkan, aku tidak akan membalas, tenang saja.” Aku menatapnya datar.
“Kau!...” dia tidak meneruskan kata-katanya. Dia berjalan menuju pintu keluar dengan cepat tanpa menoleh sedikitpun ke belakang.
Ada pertemuan ada perpisahan juga. Tuhan sudah menciptakan sesuatu hal berpasangan, tapi bertolak belakang.
                Aku bosan hidup di dunia ini. tidak ada tantangan. Apa yang terjadi esok hari, akan sama seperti hari kemarin. Tidak sepenuhnya sama, tapi hampir seperti itulah. Dan itu sangat membosankan.
                Aku berjalan keluar dari kafe yang kugunakan untuk mengusir rasa bosanku. Aku berjalan menuju taman kota, kulihat yeoja tadi ada berada di sana. Dari jauh aku sudah bisa melihat kalau yeoja itu menangis. Terlihat dari bahunya yang bergetar. Entah setan apa yang membawaku untuk mendekat ke arah gadis itu.
“Kenapa kau menangis?” tanyaku. Padahal aku sudah tau penyebabnya. Yeoja itu mendongak menatapku yang berdiri di depannya.
“Bukannya kau sudah melihat sendiri di kafe tadi.” Ketus yeoja itu.
“Aku Kwon Yuri. Namamu?” tanyaku.
“Untuk apa kau mengetahui namaku?”
“Aku hanya bertanya, apa tidak boleh?”
“Jessica, Jessica Jung Sooyeon.” Yeoja itu mengalihkan pandangannya.
“Apa dia tadi namjachingumu?” aku duduk tepat di sampingnya.
“Apa pedulimu?”
“Dilihat darimana pun namja itu memang tidak bisa di percaya. Dia itu playboy.” tidak ku pedulikan ocehannya.
“Sebaiknya kau urusi dirimu sendiri, tidak perlu mengurusi orang lain.” Yeoja itu berucap ketus padaku.
“Terserah apa katamu, hanya saja tidak baik seorang yeoja menangis sendirian di taman malam-malam begini.” Saranku.
“Apa pedulimu, kau bukan siapa-siapa. Kita hanya tau sekedar nama, kau tidak berhak mengaturku!”
“Aku tidak mengatur, aku hanya mengucapkan apa yang ada di pikiranku.” Aku berdiri. “Apa kau ingin ikut denganku ke kedai es krim yang ada di ujung jalan sana?” tawarku, aku mengulurkan tanganku pada yeoja itu.
                Aku melihat keraguan pada yeoja itu saat aku mengulurkan tanganku. Kurasa dia ingin menggenggam tanganku, tapi masih ragu. Mungkin dia meragukan apa aku ini orang jahat atau bukan, karena kami baru saja kenal.
“Tenang saja. Aku tidak akan bertindak macam-macam. Aku hanya ingin makan es krim di ujung jalan sana.” Dia menatapku dengan sorot mata yang entah aku tidak mengetahuinya.
“Baiklah.” Dia meraihnya dan menggenggam erat tanganku.
                Jemarinya terasa sangat kecil saat ku genggam. Jemari mungilnya tenggelam dalam genggaman tanganku yang besar. Mimpi apa aku semalam, kenapa aku bisa jadi pahlawan untuk seorang yeoja yang sedang patah hati. Ah... sudahlah, bilang saja aku sedang berbaik hati hari ini. lagipula aku melakukan ini hanya untuk membuat orang lain senang.
                Kami berjalan dalam diam, selama berjalan menuju kedai es krim tersebut, tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutku maupun mulutnya. Kami fokus pada pikiran masing-masing. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di kedai es krim tersebut. Aku memilih kursi yang berada paling ujung dekat jendela.
“Apa yang ingin kau pesan? Aku akan mentraktirmu hari ini.” aku melihat buku menu.
“Aku sama sepertimu.” Jawabnya cuek.
“Kau yakin?” aku mengalihkan pandanganku dari buku menu ke arah dirinya yang duduk di hadapanku.
“Iya, kau bisa memesankannya untukku.”
“Kalau begitu aku pesan dua es krim chocolate.” Ucapku pada pelayan yang berdiri tepat di samping meja kami.
“Apa ada lagi yang lain?” tanya pelayang tersebut.
“Tidak ada, cukup itu. terima kasih.”
“Silahkan tunggu sebentar.” Pelayan tersebut pergi meninggalkan meja kami.
                Sekarang tinggal kami berdua. Terdiam dalam keheningan yang menyebalkan untukku. Sepertinya yeoja ini termasuk yeoja dingin.
“Ne, Sica!” panggilku. Dia menoleh cepat kearahku. Matanya menatapku dengan pandangan yang sulit ku artikan.
“Mwo?” tanyaku bingung.
“Kau memanggilku apa tadi?” tanyanya.
“Sica. Wae? Apa ada yang salah?” aku melipat tanganku di meja.
Dia menggeleng.
“Tidak, aku suka panggilan itu. sebenarnya kau siapa Kwon Yuri?”
“Kau bertanya kepadaku siapa aku?” aku menunjuk diriku sendiri.
“Ne, jawablah.” Dia melipat tangannya di depan dada.
“Aku hanya seorang namja yang bosan dengan kehidupan di dunia ini.” jawabku asal.
“Siapa kau?”
“Aku ya aku... Kenapa kau bertanya hal aneh seperti itu?”
“Kenapa panggilan Sica itu terasa tidak asing untukku.” Dia menatapku lekat.
“Jessica Jung, seorang penyanyi dan model terkenal. Siapa yang tidak mengenalmu. Tentu saja panggilan itu tidak asing untukmu. Bukannya kau sudah bertemu dengan banyak orang. Dan pastinya kau sudah mendapat banyak nama panggilan, pasti salah satu orang itu telah memanggilmu seperti itu.” jelasku panjang lebar.
“Ku rasa kau salah tuan Kwon. Selama ini tidak ada yang memanggilku dengan panggilan Sica, karena mereka tau aku tidak suka panggilan itu.”
“Lantas kenapa kau suka saat aku memanggilmu seperti itu?”
“Aku juga tidak tau. Panggilan itu terasa sangat familiar di telingaku. Saat kau mengucapkannya terasa ringan dan menyenangkan.”
“Permisi ini pesanan Anda.” Pelayan tadi datang dengan nampan berisi es krim pesanan kami. Ralat, pesananku. Karena yeoja di depanku ini meminta es krim yang sama denganku.
“Yah... Lebih baik kau simpan saja hal itu. sebaiknya kita habiskan es krim yang sangat menggoda ini.” aku memang sangat menyukai es krim jadi wajar kalau aku sangat bersemangat untuk menghabiskan makanan dingin itu.
“Baiklah.” Cueknya dengan mengangkat kedua bahunya dan mulai menyendokkan sesendok es krim ke dalam mulutnya.
***
JESSICA POV
                Siapa sebenarnya namja yang ada di hadapanku ini? hanya ada satu orang yang pernah memanggilku dengan panggilan Sica, hanya satu orang dan orang itu sampai sekarang tidak ku ketahui dia dimana.
                Lucu sekali dia, Kwon Yuri. Namja yang baru saja ku kenal di hari dimana aku putus dengan namjachingu ku. Namja yang belum sampai sejam ku kenal itu, bersikap layaknya kami mengenal satu sama lain. Namja yang aneh.
“Kenapa kau tersenyum? Apa ada yang lucu?” dia mendongakkan wajahnya dari es krim yang dia makan.
“Ani, itu...hfft...” ya ampun, bisakah dia hentikan itu. kini dia menatapku dengan wajah polos, ditambah lagi es krim yang menempel di pipinya membuatnya terlihat imut.
“Wae?” aku semakin terkekeh.
“Itu di pipimu ada es krim.”
“Heee???” dia mengambil tisu yang ada di meja, dia melap wajahnya tapi di bagian yang salah.
“Mana? Tidak ada?” dia kembali mengelap pipinya.
“Bukan disitu, tapi disini.” Aku menunjuk pipi sebelah kiriku. Dia mengelap pipi sebelah kirinya dan noda itu hilang.
“Gomawo.” Dia kembali melahap es krimnya yang tinggal setengah.
“Apa yang akan terjadi besok ya?” gumamku lirih, tapi cukup terdengar olehnya.
“Ntahlah, ini kan belum besok. Kita lihat saja besok.” Ucapnya cuek.
“Tapi kurasa, pasti ada orang yang meliput kejadian di kafe tadi.” Dia melap mulutnya dengan tisu, es krim miliknya kini telah habis.
“Ku rasa juga begitu. Pasti itu akan jadi scandal lagi.” Aku menghembuskan nafas beratku.
“Kau tinggal mengadakan konferensi pers dan menjelaskan apa yang terjadi. Mudahkan.”
“Mudah kau bilang? Itu tidak semudah yang kau pikirkan bodoh...”
“Aku tau. Dan aku mengerti. Tapi sebaiknya sekarang kau cepat habiskan es krimmu. Kita tidak bisa berlama-lama disini.” Dia menatap dingin ke arah jendela. Aku mengikuti arah pandangannya, tapi tidak ada apa-apa. Hanya sebuah pohon.
“Kenapa?” tanyaku, aku menatapnya. Keningnya berkerut.
“Habiskan saja cepat.” Titahnya dingin.
“Aku tidak mau melakukannya sebelum kau jelaskan kenapa?” ucapku keras kepala.
“Kita sedang di ikuti. Bukannya kau tidak ingin menambah skandal baru kan. Jadi cepat habiskan es krimmu dan kita pergi dari sini.” Dia menatapku tajam.
“Baiklah.” Aku menghabiskan es krimku dengan cepat, sedangkan Yuri pergi membayar es krim kami di kasir. Saat dia kembali aku sudah menghabiskan es krim milikku.
“Kau sudah selesai. Ayo kita pergi sekarang.” Yuri menarik tanganku dengan agak kuat. Tidak sakit memang, tapi kurasa tanganku sudah memerah sekarang.
“Kita mau kemana?”
“Aku akan mengantarmu pulang.”
“MWO? Tidak perlu, aku bisa pulang sendiri.” Aku berusaha melepaskan cengkaraman tangannya dari lenganku. Tapi dia malah menarikku semakin mendekat dengannya.
“Terlambat.” Apa? Terlambat? Apa maksudnya?
                Yuri berhenti berjalan dan menarikku ke sebuah gang sempit. Dia menghimpit tubuhku dengan tubuhnya.
“AP-” baru saja aku ingin bertanya kepadanya dia sudah langsung membekap mulutku dengan tangannya aku meronta hendak melepaskan tangannya, aku berhenti meronta saat aku  mendengar suara orang yang berlarian.
“Apa kau melihat kemana yeoja itu pergi?”
“Tidak. Apa ada salah satu diantara kalian yang melihatnya?”
“Tidak.”
“Kami tidak melihatnya.”
“Kurasa dia bersama seorang namja.”
“Cepat temukan dia. Dia pasti tidak jauh dari sini.”
“Jangan biarkan lolos. Apapun yang terjadi jangan bunuh dia. Kalian harus membawa dia hidup-hidup. Kalian mengerti!”
“MENGERTI!”
“Sekarang berpencar.”
                Aku membelalakkan mataku saat mendengar percakapan itu. Aku. Aku mau di culik. Siapa yang melakukan itu. Kenapa? Kenapa mereka mau menculikku? Aku bertanya-tanya. Yuri sudah melepaskan dekapan tangannya dari mulutku.
“Apa kau kaget?”
“Kenapa? Apa yang terjadi?” aku menatapnya dengan pandangan bertanya.
“Kita harus pergi dari sini. Setelah itu aku akan menjelaskan semuanya.” dia menarik tanganku keluar dari gang sempit itu. pikiranku masih kalut. Kenapa? Apa salahku? Kenapa mereka mau menculikku? Apa mereka mau meminta tebusan kepada managementku.
                Aku terus mengikuti kemana pun Yuri membawaku. Aku sudah tidak tau apa yang akan terjadi padaku jika Yuri tidak menyadari kalau ada yang mengikutiku. Yuri juga hanya diam saja daritadi.
***


AUTHOR POV
                Taeyeon baru saja sampai di hotel tempat dia akan menginap selama sepuluh hari di Seoul. Namja itu segera merebahkan tubuhnya yang lelah setelah perjalanan jauh dari New York menuju Seoul. Taeyeon mengeluarkan ponselnya dan mengaktifkannya. Ada beberapa pesan masuk dari Sunny.
From : Sunny
Jaga pola makanmu, jangan lupa makan, jaga kesehatanmu disana. Jangan terlalu banyak minum-minuman beralkohol, jangan telat makan, jangan lupa istirahat. Dan jaga keselamatanmu disana.
From : Sunny
Jangan lupa bawakan aku oleh-oleh yang banyak.
                Taeyeon tersenyum setelah membaca isi pesan dari Sunny. Dia mengetikkan beberapa kata  untuk membalas pesannya.
To : Sunny
Ne, araseo ahjumma.
                Taeyeon bangkit dan segera berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Cukup lama Taeyeon di kamar mandi. Saat keluar namja itu sudah mengenakan pakaian santai dan handuk kecil yang disampirkan di lehernya. Namja itu berjalan ke kasurnya. Dia melihat ponselnya bergetar, dia langsung menekan tombol jawab pada layar ponselnya.
“Wae?”
“YAK... KENAPA LAMA SEKALI KAU MENJAWAB TELPONKU HAH?” Taeyeon menjauhkan ponselnya dari telinganya, karena orang yang berada di ujung sana berteriak sangat kencang di telinganya.
“Aku sedang mandi, wajar kalau aku lama.” Balas Taeyeon kesal.
“Hah...” orang itu mendesah kesal.
“Ada apa kau menelponku?”
“Kim, aku punya tugas untukmu.”
“Apa itu? katakan saja langsung, siapa yang harus aku bunuh?”
“Kali ini tugasmu bukan membunuh. Kurasa tugasmu kali ini lebih sulit dari sekedar membunuh.”
“Apa? Katakan langsung, aku tidak suka berbelit-belit.”
“Aku mau kau melindungi Tiffany Hwang!”
“Kenapa? Siapa dia?”
“Dua bulan yang lalu ada sebuah transaksi yang terjadi pada malam hari di daerah Gangnam.”
“Transaksi apa?”
“Transaksi penjualan senjata ilegal. Kedua gadis itu melihat kejadian tersebut. Salah satunya adalah Tiffany Hwang. Dan gadis satunya sudah di lindungi oleh Kwon Yuri. Kami gagal melindungi satu orang lagi. Orang itu bernama Cho Kyuhyun, dia adalah seorang wartawan. Namja itu yang melihat dengan jelas apa yang terjadi di tempat itu. namja itu merekam semua kejadian yang terjadi malam itu.”
“Beberapa minggu kemudian di temukan mayat Cho Kyuhyun di sebuah kamar. Keadaan mayat sangat mengenaskan, seluruh tubuhnya terdapat luka sayatan. Di duga korban di sayat terlebih dahulu, setelah itu di pukul dua kali di kepala menggunakan benda tumpul. Tidak ada barang korban yang hilang, hanya kartu memori dari handphone dan kamera korban saja yang hilang.”
“Tau darimana kau berita tersebut?”
“Sebenarnya kamera yang digunakan Kyuhyun adalah kamera milik kita. Dia meminjamnya dari Changmin, jadi semua gambar maupun video yang di rekam olehnya akan langsung terkirim ke pusat data milik agensi kita.”
“Terus kenapa kalian harus repot-repot menjaga kedua gadis ini? bukannya, kita tidak ada hubungannya. Biarkan saja mereka mati seperti saksi sebelumnya.”
“Tentu saja ada. Kita bisa menangkap mereka dengan menggunakan umpan kedua gadis itu.”
“Jadi kau bermaksud seperti itu. kenapa kau ingin sekali menangkap mereka sampai-sampai kau menggunakan rencana yang cukup berbahaya?”
“Aku ingin memasukkan mereka semua ke dalam penjara.  Mereka semua pantas mendapatkan itu, tapi akan lebih baik kalau mereka di hukum mati.” Ucapan tajam itu terdengar sangat dingin.
“Jadi mereka si Golden Darkness organisasi yang tidak segan membunuh orang demi kepentingan mereka. Dan mereka juga organisasi yang sulit untuk ditemukan oleh pihak kepolisian.”
“Ya kau benar, kurasa ada anggota polisi yang terlibat dalam organisasi tersebut. Sehingga mereka bisa selalu lolos dari incaran polisi.”
“Kurasa tugas kali ini cukup menarik, jadi dimana gadis yang bernama Tiffany Hwang itu?”
“Dia ada di korea. Aku akan mengirimkan detailnya nanti ke e-mail milikmu.”
“Oke, aku akan menunggunya.” Taeyeon mematikan telponnya. Dia berjalan menuju balkon kamarnya dan melihat langit kota Seoul yang mulai berubah menjadi jingga.
“Hah... sepertinya aku akan lama tinggal di Seoul, sebaiknya aku mencari apartemen untuk sementara.”
Taeyeon bersandar pada pagar balkon dan mendongak menatap langit yang tepat berada di atas kepalanya. Ponselnya bergetar dari saku celananya. Tangannya merogoh saku sebelah kanannya. Dia melihat kiriman e-mail mengenai detail seorang Tiffany Hwang.
“Tiffany Hwang, Hwang Miyoung.... Hem... Gadis yang cantik.” Gumam Taeyeon.
***
                Taeyeon berangkat pagi-pagi sekali. Dia saat ini sedang berada di taman. Taman yang mengingatkannya akan sesuatu hal.
“Tidak terasa sudah dua belas tahun ya. Maafkan aku, aku tidak bermaksud meninggalkanmu. Tapi aku harus melakukannya, demi masa depanku. Aku tidak mungkin bisa hidup, jika tetap tinggal disini.” Taeyeon berbicara sendiri dengan pohon yang terdapat sebuah tulisan yang diukir dengan pisau.
 “Oppa, lihat. Ada sarang burung oppa!” tunjuk seorang gadis kecil.
“Kau benar Sica.” Bocah laki-laki itu mendongak mengikuti arah yang di tunjuk oleh gadis itu.
“Oppa, apa kau bisa mengambilnya untukku?” gadis itu merengek kepada bocah laki-laki itu.
“Andwe, kalau kita melakukan itu. induknya akan mencarinya. Lagi pula siapa yang akan merawat anak burung itu?” gadis kecil itu langsung cemberut.
“Shireo, biar aku yang merawat burung itu oppa!” gadis itu masih keras kepala.
“Gini. Kita ibaratkan burung itu kamu. Kalau kamu jauh dari eomma, apa yang Sica rasakan?”
“Sica kangen sama eomma.”
“Nah, begitu juga kalau anak burungnya dipisahkan dari ibunya.”
“Kita bawa saja sama ibunya.”
“Ani Sica-ya, kasian mereka jadi tidak bebas nantinya.”
“Ah... Oppa, pokoknya aku mau burung itu.”
“Ani.” Tegas bocah laki-laki itu.
                Gadis kecil itu berjalan menjauhi bocah laki-laki itu. bocah laki-laki itu hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat gadis yang satu tahun lebih muda darinya itu.
                Taeyeon tersenyum saat mengingat masa lalunya bersama sahabatnya dulu. Dia mengingat sekali apa yang terjadi di hari terakhir sebelum dia pergi meninggalkan tempat itu.
“Bagaimana kabarmu sekarang? Apa kau masih mengingatku, Sica?” Taeyeon beranjak dari tempatnya berdiri. Dan berjalan menjauh dari taman itu.
                Hari masih pagi, Taeyeon memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar sebelum berangkat ke lokasi pemotretan. Pemotretan hari ini akan dilakukan di alam terbuka dan dimulai pukul sembilan pagi. Jadi dia masih mempunyai waktu sejam sebelum pergi ke lokasi untuk menyiapkan semuanya disana.
“Hah... Sepertinya, Yuri sekarang sedang bersenang-senang dengan pekerjaan barunya.” Taeyeon melihat Yuri sedang berjalan dengan seorang gadis.
                Taeyeon tersenyum jahil, tiba-tiba otaknya bekerja membentuk rencana untuk menjahili temannya itu. dia berjalan mengendap-endap di belakang kedua orang itu. Taeyeon menarik tubuh gadis yang sedang bersama Yuri dan membekap mulutnya.
***
JESSICA POV
                Aku sedang berjalan bersama Yuri pagi ini. hari ini aku ada pemotretan dan mulai hari ini Yuri akan menjadi pengawal pribadiku. Dia sudah menjelaskan semuanya tadi malam padaku. Aku memang masih bingung tentang persoalan tersebut. Ku rasa ini sangat rumit dan menyusahkan.
“Jadi, bisa kau jelaskan apa yang terjadi tadi?” Yuri membawaku pergi ke sebuah apartemen, kurasa ini apartemennya.
“Apa kau ingat dua bulan lalu?” dia bertanya dengan raut wajah serius.
“Dua bulan lalu? Emang ada kejadian apa saat itu?”
“Tepatnya di daerah Gangnam pada malam hari. Kau berjalan bersama seorang gadis. Apa kau melihat sesuatu di sana?”
                Aku mencoba mengingat, kejadian apa yang terjadi dua bulan lalu. Kejadian yang berhubungan dengan kejadian hari ini.
“Kalau aku tidak salah ingat, hari itu aku baru saja pulang dari pergi berbelanja bersama Tiffany sahabatku. Dan saat kami pulang, kami...” aku tidak melanjutkan kata-kataku.
“Jangan-jangan????” aku menatapnya dengan pandangan shock.
“Ya, benar. Kau diincar oleh mereka. Mereka akan melakukan apapun untuk membuatmu tutup mulut.”
“Tapi kenapa baru sekarang mereka bergerak? Kenapa tidak sehari setelah hari itu? kenapa disaat aku sedang..”
“Aku juga tidak tau, tapi kurasa mantan pacarmu itu adalah salah satu anggota mereka. Mereka bermaksud menggunakannya untuk menjebakmu.”
“Maksudmu Lee Donghae?”
“Ya, aku sudah menyelidiki namja itu. aku menemukan bahwa Lee Donghae adalah salah satu agen dari Golden Darkness.”
“Tapi... Tapi dia terlihat sangat mencintaiku.”
“Itu benar, semua itu hanyalah akting belaka. Selama namja itu berhubungan denganmu sebenarnya namja itu juga memiliki seorang yeojachingu. Mereka sudah berhubungan selama satu tahun. Lebih lama dari hubunganmu dengannya. Aku tidak tau mengapa yeojachingu-nya, memutuskan untuk membongkar rahasianya.”
“Tentu saja bodoh. Yeoja mana yang tahan melihat namjachingu-nya jalan dengan yeoja lain. Sekalipun itu adalah urusan pekerjaan.” Gumamku kesal.
“Kau itu bodoh ya, kalau masalah perasaan.” Sambungku.
“Yah... Karena kami dilarang membawa perasaan dalam pekerjaan kami.”
“Kau itu apa robot? kau itu manusia bukan robot.”
“Aku tau, tapi itu adalah tugasku.”
“Jadi, sekarang apa yang harus kulakukan?”
“Kurasa mulai sekarang aku akan menjadi bodyguard-mu yang tampan dan kuat ini.” ucapnya dengan menaikan dagunya.
“Jangan narsis. Kau tidak cocok melakukannya.” Aku menoyor kepalanya, membuatnya cemberut. Aku suka melihatnya menunjukkan ekspresi itu, terlihat imut. Mwo? Imut? Ya ampun Jessica berhenti berpikir yang tidak-tidak.
“Yak. Kenapa kau memukul-mukul kepalamu seperti itu? apa kau sakit kepala?” Yuri menahan tanganku, yang ternyata dari tadi memukul-mukul kepalaku.
                Dan disinilah aku sekarang, berjalan di samping Kwon Yuri. Menuju apartemenku. Dia memang namja yang baik, sedari tadi dia terus menggodaku membuatku tertawa dan melupakan bahwa nyawaku sedang terancam sekarang.
                Sempat beberapa kali aku memukul kepalanya karena kebodohannya. Membuatnya mengerucutkan bibirnya karena kesal. Aku hanya tertawa melihat tingkahnya itu. disaat kami sedang asyik bercanda seseorang menarikku kebelakang dan membekap mulutku. Kulihat Yuri kaget, tapi kekagetannya itu langsung hilang saat dia melihat siapa yang membekapku. Dia malah tersenyum.
“Yak Kwon Yuri, kenapa kau malah tersenyum? Seharusnya kau melepaskanku dari bekapan orang ini!” aku terus berteriak dalam hati.
“Yak Taeng, lepaskan dia. Apa maksudmu membekapnya?” Yuri berjalan kearahku.
“Hah.. Kukira kau sudah melupakanku.” Orang itu melepaskanku.
“Mana mungkin aku melupakanmu. Dari tinggi tubuhmu aku juga tau kalau itu kau.kkkkkk....” Yuri terkikik geli saat mengucapkannya.
“Jadi dia yang kau lindungi Yuri?”
“Ha... Kau benar, dialah yeoja yang kulindungi. Kau sendiri bagaimana? Apa kau sudah menemukannya?”
“Belum, nanti sore aku akan ke apartemen yeoja itu.”
“Apa kau akan langsung mengatakan, ‘hai aku Kim Taeyeon, nyawamu sekarang sedang terancam jadi aku datang untuk melindungimu?’ itu yang ingin kau katakan?”
“Ya, kurasa itu ide yang bagus.” Taeyeon tersenyum.
“Kim Taeyeon...” aku berjalan mendekati Taeyeon.
“Kau Kim Taeyeon! Taeyeon oppa!” panggiku, aku menyentuh wajah Taeyeon oppa. Sedangkan Taeyeon oppa hanya menatapnya bingung.
“Apa kau tidak mengingatku oppa?” mataku berkaca-kaca saat menatap Taeyeon oppa.
“Tentu saja aku mengingatmu Sica.” Aku tersenyum, sebulir air matanya jatuh membasahi pipiku, oppa menyeka cairan bening itu dengan ibu jarinya.
“Hei, kenapa kau menangis? Bukannya kau sudah dewasa sekarang? Jangan cengeng!” Taeyeon memeluk tubuhku.
“Oppa, kenapa kau baru kembali sekarang? Oppa kau jahat! Jahat!” aku masih menangis dalam pelukan Taeyeon oppa.
“Mianhe Sica-ya. Jeongmal mianhe...” aku melepaskan pelukanku.
“Kau berhutang penjelasan denganku oppa. Kau harus menjelaskan semuanya.” aku menatap Taeyeon oppa tajam.
“Tunggu, kalian saling mengenal?” Yuri menyela adegan ku dan Taeng oppa.

***